Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”.
A. KOMPARTEMEN CAIRAN
Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu : cairan intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Pada orang normal dengan berat 70 kg, Total cairan tubuh (TBF) rata-ratanya sekitar 60% berat badan atau sekitar 42 L. persentase ini dapat berubah, bergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas ( Guyton & Hall, 1997)
1. Cairan Intraselular (CIS) = 40% dari BB total
Adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.
2. Cairan Ekstraselular (CES) = 20% dari BB total
Adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES)menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kir ½ cairan tubuh terkandung didalam (CES). Setelah 1 tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3 dari volume total. Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 kg). Lebih jauh (CES) dibagi menjadi :
(a) Cairan interstisial (CIT) : Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume (CIT) kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang dewasa.
(b) Cairan intravaskular (CIV) : Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah. Volume relatif dari (CIV) sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-kira 5-6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut adalah PLASMA. Sisanya 2-3 L (40%) terdiri dari sel darah merah (SDM, atau eritrosit) yang mentranspor oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh yang penting; sel darah putih (SDP, atau leukosit); dan trombosit. Tapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada orang yang berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, berat badan dan faktor-faktor lain. Adapun fungsi dari darah adalah mencakup :
- pengiriman nutrien (mis ; glokusa dan oksigen) ke jaringan
- transpor produk sisa ke ginjal dan paru-paru
- pengiriman antibodi dan SDP ke tempat infeksi
- transpor hormon ke tempat aksinya
- sirkulasi panas tubuh
3. Cairan Transelular (CTS) :
Adalah cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh. Contoh (CTS) meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan intraokular serta sekresi lambung. Pada waktu tertentu (CTS) mendekati jumlah 1 L. Namun, sejumlah besar cairan dapat saja bergerak kedalam dan keluar ruang transelular setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
PROSENTASE TOTAL CAIRAN TUBUH DIBANDINGKAN BERAT BADAN
DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Keterangan : Untuk laki-laki, BB = 70 Kg
Catatan : Sebenarnya ada kompartemen CES lain, yaitu : limfe & cairan transeluler. Cairan transelular hanya 1-2 % BB, meliputi cairan sinovial, pleura, intraokuler, dll.
NILAI RATA-RATA CAIRAN EKSTRASELULER (CES) DAN CAIRAN INTRASELULER (CIS) PADA DEWASA NORMAL TERHADAP BB
Maxwell, Morton H. Clinical Disorders of Fluid and Electrolyte Metabolism, 4th ed. McGraw Hill, 1987, p.9.
B. FUNGSI CAIRAN TUBUH
1. Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel
2. Mengeluarkan buangan-buangan sel
3. Mmbentu dalam metabolisme sel
4. Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit
5. Membantu memelihara suhu tubuh
6. Membantu pencernaan
7. Mempemudah eliminasi
8. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, SDP, SDM)
C. KOMPOSISI CAIRAN TUBUH
Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat terlarut)
1. Air
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria Dewasa hampir 60% dari berat badannya adalah air dan rata-rata wanita mengandung 55% air dari berat badannya.
2. Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) elektrolit dan non-elektrolit.
(a) Elektrolit : Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain( miliekuivalen/liter
mEq/L ) atau dengan berat molekul dalam garam ( milimol/liter mol/L ). Jumlah kation dan anion, yang diukur dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama.
Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraselular utama adalah natrium (Na˖), sedangkan kation intraselular utama adalah kalium (K˖). Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam
Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraselular utama adalah klorida ( Clˉ ), sedangkan anion intraselular utama adalah ion fosfat (PO4ɜ).
Karena kandungan elektrolit dari palsma dan cairan interstisial secara esensial sama (lihat Tabel. 1-2), nilai elektrolit plasma menunjukkan komposisi cairan ekstraselular, yang terdiri atas cairan intraselular dan interstisial. Namun demikian, nilai elektrolit plasma tidak selalu menunjukkan komposisi elektrolit dari cairan intraselular. Pemahaman perbedaan antara dua kompartemen ini penting dalam mengantisipasi gangguan seperti trauma jaringan atau ketidakseimbangan asam-basa. Pada situasi ini, elektrolit dapat dilepaskan dari atau bergerak kedalam atau keluar sel, secara bermakna mengubah nilai elektrolit palsma.
(b) Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
Tabel. 1.2 Unsur utama kompartemen cairan tubuh
Ini adalah daftar parsial. Unsur lain termasuk ion kalsium Ca 2+, magnesium Mg2+, protein dan asam organik.
Catatan : Nilai tertentu adalah rata-rata.
Pendapat ahli lain tentang unsur utama kompartemen cairan tubuh disebutkan sebagai berikut :
Morgan, G. Edward. Clinical Anesthesiology. Appleton & Lange, 1996, p.518
KANDUNGAN ELEKTROLIT CAIRAN TUBUH
INTAKE DAN OUTPUT RATA-RATA HARIAN DARI UNSUR TUBUH YANG UTAMA
Catatan : Kehilangan cairan melalui kulit (difusi) & paru disebut Insensible Loss (IWL)
Bila ingin mengetahui “Insensible Loss (IWL)” maka kita dapat menggunakan penghitungan sebagai berikut :
DEWASA = 15 cc/kg BB/hari
ANAK = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
Jika ada kenaikan suhu :
IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
(Dari Iwasa M, Kogoshi S. Fluid Therapy. Bunko do, 1995. P 8.)
JUMLAH KEHILANGAN AIR DAN ELEKTROLIT per 100 kcal BAHAN METABOLIK DALAM KEADAAN NORMAL MAUPUN SAKIT
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan. selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan peningkatan usia. Berikut akan disajikan dalam tabel perubahan pada air tubuh total sesuai usia.
2. Jenis kelamin
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak mengandung lemak tubuh
3. Sel-sel lemak
Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh
4. Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine
5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan
6. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
7. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini akan menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraselular.
Ditulis dalam FAAL | 10 Komentar - komentar »
OLEH : ERFANDI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.
o Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan mengelupas.
2. ETIOLOGI
Penyebabnya sejenis virus yang tergolong dalam family Paramixovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak.
Cara penularannya adalah dengan droplet dan kontak langsung.
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa tunas 10 – 20 hari tanpa gejala.
b. Stadium kabaral / prodormal.
Berlangsung 4 – 5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, bercak koplik coryza.
c. Stadium erupsi.
Berlangsung 2 – 3 hari setelah stadium prodormal. Timbul enantema pada palatum mole, pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula, splenomegali, adanya ras makulo papous pada seluruh tubuh dan panas tinggi serta biasanya terjadi black measles.
d. Stadium konvalesensi (penyembuhan).
Erupsi berkurang meninggalkan hiperpigmentasi yang akan menghilang sendiri serta suhu menurun sampai menjadi normal.
4. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke system retikulo endothelial, berklembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.
b. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.
c. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.
6. PENATALAKSANAAN TERAPI
Morbili merupakan suatu penyakit self – limiting, sehingga pengobatannya hanya bersifat symtomatik, yaitu:
o Memperbaiki keadaan umum.
o Antipiretika bila suhu tinggi.
o Seldativum.
o Obat batuk.
Antibiotic diberikan bila ada infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis, yaitu:
o Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.
o Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
o Anak yang sakit.
o Orang tua.
b. Riwayat kesehatan
o Keluhan utama.
o RPS (demam tinggi, anoreksia, malaise, dll).
o Riwayat kesehatan lalu.
o Riwayat kesehatan keluarga.
o Riwayat kehamilan (anak yang sakit). ANG…..x, imunisasi……x, ada kelainan / tidak.
o Riwayat imunisasi (bayi dan anak).
o Riwayat nutrisi.
o Riwayat tumbuh kembang.
c. Pola aktivitas sehari-hari
o Nutrisi / minum : 1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Tidur / istirahat : 1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Kebersihan : 1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Eliminasi : 1) Dirumah
2) Dirumah sakit
d. Pemeriksaan fisik
o K/U lemah
o TTV (suhu di atas 38oC)
o Pemeriksaan mulai dari kepala – musculoskeletal termasuk neurology.
e. Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan darah
o Pemeriksaan sel giant
o Pemeriksaan serologis
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.
d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.
e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.
3. INTERVENSI / IMPLEMENTASI
a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Kriteria – standart:
- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan peningkatan yang tepat.
- Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi Keperawatan:
o Berikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup yang tidak memakai es).
Rasional : untuk mengkompensasi adanya peningkatan suhu tubuh dan merangsang nafsu makan
o Berikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum).
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan bernutrisi.
o Berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, sup atau bubur santan memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.
Rasional : untuk memudahkan mencerna makanan dan meningkatkan asupan makanan.
o Berikan nasi TKTP, jika suhu tubuh sudah turun dan nafsu makan mulai membaik.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh setelah sakit.
b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.
Criteria – standart:
- Pasien menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh mencapai normal.
- Pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi.
Intervensi keperawatan:
o Memberikan kompres dingin / hangat.
Rasional : untuk membantu dalam penurunan suhsu tubuh pada pasien.
o Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretikum.
Rasional : antipiretikum bekerja untuk menurunkan adanya kenaikan suhu tubuh.
o Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.
Kriteria – standart:
- Pasien menunjukkan kenyamanan, tidak merasa gatal lagi.
- Badan kelihatan segar dan tidak merasa pusing.
Intervensi keperawatan:
o Bedaki tubuh anak dengan bedak salisil 1% atau lainnya atas resep dokter.
Rasional : bedak salisil 1% dapat mengurangi rasa gatal pada tubuh anak.
o Menghindari anak tidak tidur di bawah lampu karena silau dan membuat tidak nyaman.
Rasional : lampu yang terlalu terang membuat anak silau dan menambah rasa tidak nyaman.
o Selama demam masih tinggi tidak boleh dimandikan dan sering-sering dibedaki.
Rasional : tubuh yang dibedaki akan membuat rasa nyaman pasa pasien.
o Jika suhu tubuh turun, untuk mengurangi gatal dapat dimandikan dengan PK atau air hangat atau dapat juga dengan bethadine.
Rasional : air hangat / PK dapat mengurangi gatal dan menambah rasa nyaman.
d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.
Criteria – standart:
- Pasien menunjukkan peningkatan kondisi tubuh.
- Daya tahan tubuh optimal tidak menunjukkan tanda-tanda mudah terserang panyakit.
Intervensi keperawatan:
o Mengubah sikap baring anak beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk meninggikan kepalanya.
Rasional : meninggikan posisi kepala dapat memberikan sirkulasi udara dalam paru.
o Mendudukkan anak / dipangku pada waktu minum.
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi.
o Menghindarkan membaringkan pasien di depan jendela atau membawanya keluar selama masih demam.
Rasional : menghindarkan anak terkena angin dan menambah suhu tubuh.
e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.
Kriteria – standart:
- Orang tua menunjukkan mengerti tetang proses penyakit.
- Orang tua mengerti bagaimana pencegahan dan meningkatkan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.
Intervensi keperawatan:
o Memberikan penyuluhan tentang pemberian gizi yang baik bagi anak, terutama balita agar tidak mudah mendapat infeksi.
Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua.
o Menjelaskan pada orang tua tentang morbili tentang hubungan pencegahan dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.
Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang pencegahan penyakit anaknya.
4. EVALUASI
a. Suhu tubuh normal / turun (36,7oC – 37,6oC).
b. Cairan dan nutrisi dalam tubuh seimbang.
c. Tubuh tidak merasa gatal.
d. Orang tua / keluarga mengerti mengenai penyakit morbili dan pencegahannya.
C. LITERATUR
Kapita selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI. Jakarta: _______
Ditulis dalam MEDIKAL BEDAH | 2 Komentar - komentar »
OLEH : ERFANDI, S.Kep, Ners
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan yang berkualitas mempunyai arti bahwa pelayanan yang diberikan kepada individu, keluarga ataupun masyarakat haruslah baik (bersifat etis) dan benar (berdasarkan ilmu dan hukum yang berlaku). Hukum yang mengatur praktik keperawatan telah tersedia dengan lengkap, baik dalam bentuk undang-undang kesehatan, maupun surat keputusan Menkes tentang praktik keperawatan. Dengan demikian melakukan praktik keperawatan bagi perawat di Indonesia adalah merupakan hak sekaligus kewajiban profesi untuk mencapai visi Indonesia sehat tahun 2010.
Implementasi praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat sebenarnya tidak harus dilakukan di rumah sakit, klinik, ataupun di gedung puskesmas tetapi dapat juga dilaksanakan dimasyarakat maupun dirumah pasien. Pelayanan keperawatan yang dilkukan dirumah pasien disebut Home Care.
Di dalam makalah yang sederhana ini, saya akan memberikan deskripsi/gambaran tentang konsep dasar Home Care dalam keperawatan yang meliputi : pengertian, sejarah perkembangan Home Care di luar dan dalam negeri, alasan mengapa Home Care perlu dikembangkan, dan bagaimana penyelenggaraan Home Care yang baik.
A. PENGERTIAN
Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D. & Eric B.L, 1993), Sehingga home care dalam keperawatan merupakan layanan keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah yang panjang.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN HOME CARE
1. DI LUAR NEGERI
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak sekitar tahun 1880- an, dimana saat itu banyak sekali penderita penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah banyak didirikan rumah sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah. Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada tahun 1900 terdapat 12.000 perawat terlatih di seluruh USA (Visiting Nurses / VN ; memberikan asuhan keperawatan dirumah pada keluarga miskin, Public Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi untuk melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan asuhan keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L, 1993).
Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home Care terus meningkat sekitar 10% perthun dari semula layanan hanya diberikan oleh organisasi perawat pengunjung rumah (VNA = Visiting Nurse Association) dan pemerintah, kemudian berkembang layanan yang berorientasi profit (Proprietary Agencies) dan yang berbasis RS (Hospital Based Agencies) Kondisi ini terjadi seiring dengan perubahan system pembayaran jasa layanan Home Care (dapat dibayar melalui pihak ke tiga / asuransi) dan perkembangan spesialisasi di berbagai layanan kesehatan termasuk berkembangnya Home Health Nursing yang merupakan spesialisasi dari Community Health Nursing (Allender & Spradley, 2001)
Di UK, Home Care berkembang secara professional selama pertengahan abad 19, dengan mulai berkembangnya District Nursing, yang pada awalnya dimulai oleh para Biarawati yang merawat orang miskin yang sakit dirumah. Kemudian merek mulai melatih wanita dari kalangan menengah ke bawah untuk merawat orang miskin yang sakit, dibawah pengawasan Biarawati tersebut (Walliamson, 1996 dalam Lawwton, Cantrell & Harris, 2000). Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun 1992 ditetapkan peran District Nurse (DN) adalah :
a. merawat orang sakit dirumah, sampai klien mampu mandiri
b. merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman dan damai
c. mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga, agar dapat digunakan pada saat kunjungan perawat telah berlalu.
Selain District Nurse (DN), di UK juga muncul perawat Health Visitor (HV) yang berperan sebagai District Nurse (DN) ditambah dengan peran lain ialah :
a. melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
b. memberikan saran dan pandangan bagaimana mengelola kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.
2. DI DALAM NEGERI
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru, karena merawat pasien di rumah baik yang dilakukan oleh anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga keperawatan melalui kunjungan rumah secara perorangan, adalah merupakan hal biasa sejak dahulu kala. Sebagai contoh dapat dikemukakandalam perawatan maternitas, dimana RS Budi Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS pendidikan Bidan tertua di Indonesia, sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah melakukan program Home Care (HC) yang disebut dengan “Partus Luar”. Dalam layanan “Partus Luar”, bidan dan siswa bidan RS Budi Kemulyaan melakukan pertolongan persalinan normal dirumah pasien, kemudian diikuti dengan perawatan nifas dan neonatal oleh siswa bidan senior (kandidat) sampai tali pusat bayi puput (lepas). Baik bidan maupun siswa bidan yang melaksanakan tugas “Partus Luar” dan tindak lanjutnya, harus membuat laporan tertulis kepada RS tentang kondisi ibu dan bayi serta tindakan yang telah dilakukan. Kondisi ini terhenti seiring dengan perubahan kebijakan Depkes yang memisahkan organisasi pendidikan dengan pelayanan.
C. MENGAPA HOME CARE (HC) DIPERLUKAN ?
Akhir-akhir ini Home Care (HC) mendapat perhatian karena berbagai alasan, antara lain yaitu :
1. Bagi Klien dan Keluarga
a. Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin mahal, karena dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi keluarga
b. Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga ada yang sakit
c. Merasa lebih nyaman karena berada dirumah sendiri
d. Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang sakit yang biasanya dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk menggantikannya
2. Bagi Perawat
a. Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang tetap sama
b. Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan kerja perawat akan meningkat.
Berbagai alasan tersebut membuat program layanan Home Care (HC) mulai diminati baik oleh pihak klien dan keluarganya, oleh perawat maupun pihak rumah sakit.
D. JENIS INSTITUSI PEMBERI LAYANAN HOME CARE (HC)
Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan Home Care (HC), antara lain:
1. Institusi Pemerintah
Di Indonesia pelayanan Home Care (HC) yang telah lama berlangsung dilakukan adalah dalam bentuk perawatan kasus/keluarga resiko tinggi (baik ibu, bayi, balita maupun lansia) yang akan dilaksanakan oleh tenaga keperawatan puskesmas (digaji oleh pemerintah). Klien yang dilayani oleh puskesmas biasanya adalah kalangan menengah ke bawah. Di Amerika hal ini dilakukan oleh Visiting Nurse (VN)
2. Institusi Sosial
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dengan sukarela dan tidak memungut biaya. Biasanya di lakukan oleh LSM atau organisasi keagamaan dengan penyandang dananya dari donatur, misalnya Bala Keselamatan yang melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang membutuhkan sebagai wujud pangabdian kepadan Tuhan.
3. Institusi Swasta
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dalam bentuk praktik mandiri baik perorangan maupun kelompok yang menyelenggarakan pelayanan HC dengan menerima imbalan jasa baik secara langsung dari klien maupun pembayaran melalui pihak ke tiga (asuransi). Sebagaimana layaknya layanan kesehatan swasta, tentu tidak berorientasi “not for profit service”
4. Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care)
Merupakan perawatan lanjutan pada klien yang telah dirawat dirumah sakit, karena masih memerlukan bantuan layanan keperawatan, maka dilanjutkan dirumah. Alasan munculnya jenis program ini selain apa yang telah dikemukakan dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
a. Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat, sehingga kesempatan untuk melakukan pendidikan kesehatan sangat kurang (misalnya ibu post partum normal hanya dirawat 1-3 hari, sehingga untuk mengajarkan bagaimana cara menyusui yang baik, cara merawat tali pusat bayi, memandikan bayi, merawat luka perineum ibu, senam post partum, dll) belum dilaksanakan secara optimum sehingga kemandirian ibu masih kurang.
b. Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat terjadi pada klien yang dirawat dirumah sakit.
c. Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila dirawat di RS tentu memerlukan biaya yang besar
d. Perlunya kesinambungan perawatan klien dari rumah sakit ke rumah, sehingga akan meningkatkan kepuasan klien maupun perawat. Hasil penelitian dari “Suharyati” staf dosen keperawatan komunitas PSIK Univ. Padjajaran Bandung di RSHS Bandung menunjukkan bahwa konsumen RSHS cenderung menerima program HHC (Hospital Home Care) dengan alasan ; lebih nyaman, tidak merepotkan, menghemat waktu & biaya serta lebih mempercepat tali kekeluargaan (Suharyati, 1998)
E. POPULASI, JENIS DAN PEMBERI LAYANAN HOME CARE (HC)
1. Populasi layanan
Populasi layanan Home Care (HC) di Amerika didominasi oleh wanita (66,8%). Meskipun program Home Care (HC) diperuntukkan untuk semua umur, tetapi mayoritas klien berusia 65 tahun atau lebih (Allender & Spradley, 2001).
Pengalaman Home Health Care (HHC) oleh “Suharyati” staf dosen keperawatan komunitas PSIK Univ. Padjajaran Bandung di RS Al-Islam Bandung (yang dimulai sejak 1995) juga menunjukkan kondisi yang sama, dimana pada triwulan I tahun 2002 klien wanita lebih banyak dari pria dan kelompok usia lanjut juga mendominasi layanan HHC di RS Al-Islam Bandung (Maya H, 2002). Hal ini mungkin disebabkan karena populasi wanita lebih banyak dan umur harapan hidup wanita lebih panjang dari pria serta para lansia yang cenderung untuk lebih mudah terserang penyakit.
2. Jenis layanan
Mengingat HC dalam keperawatan merupakan spesialisasi dari keperawatan komunitas (Blackie, 1998), maka jenis layanan yang diberikan meliputi layanan keperawatan (diagnosa dan perlakuan terhadap respon manusia yang menghadapi masalah kesehatan baik potensial maupun actual dalam memenuhi kebutuhan dasarnya) dan layanan kesehatan masyarakat (prevensi primer, sekunder dan tersier). Di Amerika jenis kasus yang dirawat di rumah menurut Allender & Spradley 2001 adalah :
a. Penyakit jantung
b. Penyakit/gangguan system muskuloskeletal dan jaringan pengikat
c. Penyakit Diabetes Mellitus
d. Penyakit system pernafasan
e. Luka
f. Keracunan
g. Kanker (hanya sebagian kecil), karena kebanyakan kasus palliative dirawat di Hospice
Sedangkan jenis kasus yang dirawat di unit HHC RS Al-Islam Bandung dalam triwuln I tahun 2002 (Maya H, 2002) adalah :
a. Pasca stroke
b. Pasca bedah
c. Diabetes Mellitus
d. Terminal ill
3. Pemberi layanan
Pemberi layanan keperawatan di rumah terdiri dari dua jenis tenaga, yaitu :
a. Tenaga informal
Tenaga informal adalah anggota keluarga atau teman yang memberikan layanan kepada klien tanpa dibayar. Diperkirakan 75% lanjut usia di Amerika dirawat oleh jenis tenaga ini (Allender & Spradley, 2001)
b. Tenaga formal
Tenaga formal adalah perawat yang harus bekerja bersama keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan, sehingga harus memperhatikan semua aspek kehidupan keluarga. Oleh karena itu perawat di masyarakat dituntut untuk mampu berfikir kritis dan menguasai ketrampilan klinik dan harus seorang RN. Dengan demikian diharapkan perawat dapat memberikan layanan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
F. STANDAR PRAKTIK HOME HEALTH NURSING (HHN)
Asosiasi perawat Amerika (1999) telah menetapkan lingkungan dan standar Home Health Nursing yang meliputi standar asuhan keperawatan dan standar kinerja professional (Allender & Spradley, 2001)
1. Standard Asuhan Keperawatan
· Standard – I, Perawat mengumpulkan data kesehatan klien
· Standard – II, Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan analisa terhadap data yang telah terkumpul
· Standard – III, Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik dari klien maupun lingkungannya
· Standard – IV, Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan menetapkan intervensi yang akan dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan
· Standard – V, Perawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di tetapkan dalam perencanaan
· Standard – VI, Perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien yang mengarah ke pencapaian hasil yang diharapkan.
2. Standard Kinerja Profesional (professional performance)
· Standard – I, Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan evaluasi terhadap kualitas dan efektifitas praktik keperawatan secara sistematis
· Standard – II, Performance Appraisal, perawat melakukan evaluasi diri sendiri terhadap praktik keperawatan yang dilakukannya dihubungkan dengan standar praktik professional, hasil penelitian ilmiah dan peraturan yang berlaku
· Standard – III, Pendidikan, perawat berupaya untuk selalu meningklatkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam praktik keperawatan
· Standard – IV, Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif dalam pengembangan professionalism sesama perawat dan praktisi kesehatan lainnya sebagai sejawat
· Standard – V, Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien berdasarkan pada landasan etika profesi
· Standar VI, Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat berkolaborasi dengan klien, keluarga dan praktisi kesehatan lain.
· Standar VII, Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan hasil penelitian
· Standard – VIII, Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau keluarga untuk memahami resiko, keuntungan dan biaya perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan .
Standar praktik keperawatan di Indonesia telah selesai disusun dan disepakati oleh pimpinan PPNI, saat ini sedang menunggu pengesahan dari Depkes RI.
G. BAGAIMANA MERENCANAKAN INSTITUSI HOME CARE (HC) SWASTA ?
Institusi HC swasta dapat didirikan baik secara individu maupun kelompok, baik untuk satu jenis layanan maupun layanan yang bervariasi. Untuk itu diperlukan perencanaan yang berdasarkan kebutuhan pasar. Perencanaan berdasarkan kebutuhan pasar mengharuskan kita untuk melakukan analisa eksternal dan internal.
Analisa eksternal, memperhitungkan kecenderungan kebutuhan pasar baik jenis maupun jumlahnya. Misalnya bila kita berada di daerah yang penduduknya kebanyakan berusia produktif, maka sudah dapat diperkirakan bahwa pasar membutuhkan layanan keperawatan yang berhubungan persoalan reproduksi, bayi serta balita. Analisa eksternal juga melihat pesaing yang ada disekitar daerah tersebut, baik dalam jumlah, jenis maupun kondisinya.
Analisa internal, melihat pada ketersediaan sumber (alam, manusia dan dana) baik yang actual maupun potensial. Selain ketersediaan dana juga perlu dianalisa komitmen personil yang ada terhadap rencana pembentukan institusi HC. Komitmen personil merupakan persyaratan mutlak yang harus di mililki untuk mengawali suatu bisnis yang baru .
Agar pelanggan loyal terhadap suatu institusi HC, maka HC harus memperhatikan hal-hal berikut :
· Kemudahan (untuk dihubungi , untuk mendapatkan informasi, untuk membuat janji)
· Selalu tepat janji, penting untuk membina kepercayaan masyarakat pada institusi HC
· Sesuai dengan standar yang telah di tetapkan, hal ini merupakan ciri professional
· Bersifat responsive terhadap keluhan, kebutuhan dan harapan klien
· Mengembangkan hubungan kerja sama secara internal dan eksternal untuk memperbaiki kualitas layanan
Untuk keseragaman dokumentasi HC di Amerika telah dirumuskan Home Health Care Classification (HHCC) toksonomi (Saba, August, 2002) yang merupakan hasil penelitian berdasarkan diagnosa dan intervensi keperawatan. Untuk masa yang akan dating dapat digunakan untuk dokumentasi, pelacakan elektronik, evaluasi hasil dan analisa HHC setiap saat baik yang berhubungan dengan setting, kelompok populasi maupun letak geografi.
Taksonomi tersebut terdiri dari 20 komponen asuhan keperawatan antara lain :
1. Komponen perilaku kesehatan
1) medication
2) safety
3) health behavior
2. Komponen fungsional
4) activity
5) fluid volume
6) nutritional
7) self-care
sensory
3. Komponen fisiologis
9) cardiac
10) respiratory
11) metabolic
12) physical regulation
13) skin integrity
14) tissue perfusion
15) bowel elimination
16) urinary elimination
4. Komponen psikologis
17) cognitive
18) coping
19) role relationship
20) self concept
Dengan telah jelasnya konsep dan peraturan praktik keperawatan, termasuk di dalamnya adalah HC, maka perawat telah dapat melakukan praktik keperawatan professional dengan optimum, demi terwujudnya masyarakat dan Indonesia sehat 2010.
Pilihan untuk layanan Home Care (HC) keperawatan sebagai industri jasa yang sukses adalah:
· WE ARE THE FIRST
· WE ARE THE BEST
· WE ARE DIFFERENT
Ditulis dalam KELUARGA | 7 Komentar - komentar »
STENOSIS ARTERI RENAL
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Adalah penyempitan arteri pada ginjal
2. ETIOLOGI
Atherosclerosis / dysphasia fibromuscular, there are several other:
- Cancer may obstruct the vessels
- Embolism and thrombosis can cause acute obstruction
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari penyakit stenosis arteri renal adalah atherosclerosis, dan yang lainnya, namun jarang terjadi adalah cancer pembuluh darah, embolisme dan trombosis. Hasil dari penyebab-penyebab di atas menyebabkan renal arteri stenosis sehingga berpengaruh pada aliran darah yang menuju ke ginjal. Akibatnya aliran darah ke ginjal. Akibatnya aliran darah pada renal terhambat sehinga menyebabkan renal parenkim ischemia dan selanjutnya renal menjadi athropi.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Penurunan fungsi ginjal.
c. Nyeri pinggang atau abdomen.
d. Peningkatan suhu badan.
e. Pemeriksaan urine mungkin normal.
f. Pemeriksaan darah ditemukan aspartate aminotransfarase dan lactic dehidrogenase.
g. Renal scan menunjukkan tidak ada aliran darah dalam arteri.
5. PENATALAKSANAAN
a. Revascularisasi.
b. Artherial endarterectomi dengan disertai anticoagulant / antiplatelet therapy.
c. Percutaneous transluminal renal angiophaty (PTRA).
Balon kateter dimasukkan melalui femoral arthery di bawah pengawasan radiologic guidance sampai pada tempat yang mengalami penyempitan. Kemudian balon dipompa sehingga memperlebar ukuran lumen arteri.
Kontra indikasi PTRA:
Jika arteri femurnya terdapat luka yang berbahaya maka akan mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh yang lain.
6. POHON MASALAH
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
Tanda:
• Hipertensi
• Takikardia
b. Nyaman / nyeri
Gejala:
• Nyeri pinggang
• Nyeri abdomen
Tanda:
• Gelisah
c. Keamanan
Tanda:
• Demam
• Peningkatan suhu tubuh.
d. Aktivitas / istirahat
Gejala:
• Keletihan
• Kelemahan
• Malaise
e. Eliminasi
Gejala:
• Perubahan pola berkemih, penurunan frekuensi.
• Pemeriksaan urine mungkin normal.
• Kosntipasi.
f. Makanan dan cairan
Gejala:
• Mual – muntah
• anoreksia
g. Sensori
Gejala:
• Gangguan status mental.
• Ketidakmampuan berkonsentrasi.
• Penurunan lapang perhatian.
h. Tes diagnostic
• Pemeriksaan urine mungkin normal.
• Pemeriksaan darah ditemukan asparat aminotransferase dan latic dehidrogenase.
• Renal scan menunjukkan tidak adanya aliran darah dalam arteri.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ischemia parenkim renal.
b. Gangguan thermoregulasi (hyperthermia) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
c. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
d. Resti terjadinya infeksi berhubungan dengan pemasangan PTRA.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pemasangan PTRA.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ischemia parenkim renal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi nyeri, perhatikan lokasi, karakteristik, dan intensitas (dengan skala).
Rasional : membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan keefektifan anal kesik.
• Dorong penggunaan teknik relaksasi. Contoh: pedoman imajenasi fisualisasi, aktivitas terapiutik.
Rasional : membantu pasien untuk meningkatkan kemampuan koping menurunkan nyeri dan ketidak nyamanan.
• Berikan tindakan kenyamanan seperti pemijatan punggung.
Rasional : menurunkan tegangan otot, menignatkan relaksasi.
• Kolaborasi dengan dokter: dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi.
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan.
b. Gangguan thermoregulasi (hyperthermia) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau adanya diaporesis.
Rasional : demam dapat membantu menegakkan diagnosis.
• Berikan kompres hangat.
Rasional : menurunkan suhu tubuh.
• Atur suhu lingkungan, batasi penggunaan linen tebal.
Rasional : suhu ruangan dan penggunaan linen diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
• Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik.
Rasional : untuk mempercepat penurunan suhu tubuh.
c. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi keluaran urine, selidiki penurunan atau penghentian aliran urine.
Rasional : penurunan aliran urine dapat mengindikasi obstruksi / disfungsi.
• Observasi dan catat warna urine, perhatikan hematuria dan atau perdarahan.
Rasional : perubahan warna dapat digunakan sebagai pedoman dalam intervensi medik.
• Awasi tanda vital, kaji nadi, turgor kulit, pengisian kapiler dan mukosa mulut.
Rasional : indicator keseimbangan cairan.
d. Resti terjadinya infeksi berhubungan dengan pemasangan PTRA.
Intervensi keperawatan:
• Pertahankan teknik septic dan antiseptic.
Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
• Awasi TTV.
Rasional : peningkatan suhu atau takikardia dapat menunjukkan terjadinya infeksi.
• Tingkat cuci tanganyang baik pada staf dan pasien.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
• Kaji kulit atau warna, perhatikan adanya erithema, selidiki keluhan nyeri pada daerah tusukan.
Rasional : memberikan informasi dan mewaspadakan staf terhadap tanda dini infeksi.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pemasangan PTRA.
Intervensi keperawatan:
• Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien.
Rasional : menanggapi dan memperhatikan keluhan pasien.
• Berikan pengetahuan dasar tentang cara kerja, komplikasi, manfaat dari prosedur yang akan dilakukan.
Rasional : agar pasien dapat lebih bersikap kooperatif tentang tindakan.
C. LITERATUR
Swering, Pamela L. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Joice M. Black, dkk. ——. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Ditulis dalam MEDIKAL BEDAH | Tinggalkan sebuah komentar »
OLEH : ERFANDI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu pada saluran kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.
o Mengacu pada adanya batu (kalkuli) pada traktus urinarius.
2. ETIOLOGI
Masih belum dapat dipastikan kemungkinan adanya, namun secara umum penyebab dari penyakit ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor infeksi, dimana penyebab tersering dari infeksi ini adalah adanya Escherichia Coli.
b. Peningkatan vitamin D
c. Diet yang salah.
d. Kekurangan minum atau dehidrasi.
e. Hyperparathiroidisme, penyakit metabolic bawaan.
f. Factor lingkungan yang secara umum berasal dari factor sumber pemerolehan air minum.
g. Tirah baring yang lama.
3. MANIFESTASI KLINIS.
Adanya batu pada traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi dan infeksi.
Ketika batu menghambat aliran urine maka menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pada ginjal serta ureter.
Infeksi yang disertai demam, menggigil, disuria terjadi karena iritasi yang terus-menerus.
Bila nyeri mendadak menjadi akut disertai nyeri tekan diseluruh area kosto vertebral dan muncl mual dah muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal.
Diare dan ketidak nyamanan abdominal terjadi karena reflek renointestinal ginjal ke lambung dan usus besar.
Batu yang terjebak di kandung kemih menyebabkan gejala iritasi. Jika batu menyebabkan obstruksi akan menyebabkan terjadinya retensio urine.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
o Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan sediment.
o Urine kultur meliputi: mikroorganisme, sensitivity test.
o Darah yang meliputi: leuco, diff, LED, kadar ureum dan kreatinin, kadar urine acid, kadar cholesterol, GTT, UCT.
b. Rontgen foto
BNO/buik neir overzicht = CVB (ginjal, ureter, buli-buli) = plain foto abdomen. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui: batu dalam saluran kemih, tulang-tulang, ileo spoas lining, dan contour ginjal.
5. MACAM BATU MENURUT TEMPATNYA
a. Batu ginjal.
Batu yang berbebtnuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di baian ginjal, seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum dan di atas (up junction).
o Batu di kalix minor atas.
Batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
o Batu di kalix monir bawah.
Batu yang terdapat di bagian ini biasanya merupakan batu koral (staghorn stone), dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
o Batu di kalix mayor.
Jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut, tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang. Batu inipun makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis, batu inipun berbahaya bagi ginjal.
o Batu di pyelum ginjal.
Batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya batu pada daerah ini dilakukan pengangkatan batu, karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
o Batu di atas Up Junction.
Daerah up junction merupakan salah satu tempat penyempitan ureter yang fisiologist, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat melalui daerah tersebut.
b. Batu ureter.
Tanda dan gejala:
o Tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari pinggang hingga testes pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun pasien sangat kesakitan.
o Kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah.
o Gross hematuria.
c. Batu buli-buli.
Batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai orang dewasa.
6. PENATALAKSANAAN
a. Farmako terapi.
o Natrium Bikarbonat.
o Asam Aksorbal.
o Diuretik Thiasid.
o Alloporinol.
b. Pengangkatan batu melalui Pembedahan.
o Pielolitotomi.
o Uretolitotomi.
o Sistolitotomi.
o Lithotripsi ultrasonic perkutan / PUL.
7. PATOFISIOLOGI
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu. Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status cairan pasien.
Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa (sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / Istirahat
Subyektif : Keterbatasan aktivitas / imobilisasi berhubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh: penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
b. Sirkulasi
Obyektif :
- Peningkatan tekanan darah / nadi
- Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Subyektif :
- Riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
- Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.
- Rasa terbakar, dorong berkemih.
- Diare.
Obyketif :
- Oliguria
- Hematuria
- Piuria
- Perubahan pola berkemih.
d. Makanan / cairan
Subyektif:
- Mual / muntah, nyeri tekan abdomen.
- Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan / atau fosfat.
- Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Obyektif:
- Distensi abdomen
- Penurunan / tidak adanya bising usus.
- Muntah.
e. Nyeri / kenyamanan.
Subyektif:
- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi bat, contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Obyektif:
- Melindungi, perilaku distraksi.
- nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi.
f. Keamanan
Subyektif:
- Penggunaan alcohol.
- Demam, menggigil.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dengan proses penyakit.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual / muntah (nausea) dan diuresis obstruksi.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri:
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral.
o Trauma jaringan, pembentukan edema, iskhemia seluler.
Tujuan:
o Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria evaluasi:
o Tampak rileks, mampu beristirahat dengan tepat.
Intervensi keperawatan:
o Kaji skala nyeri dan lokasi
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
o Beri tindakan nyemen seperti pijatan pinggang (relaksasi dan distraksi).
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o Bantu ambulasi sering dan tingkatkan pemasukan cairan.
Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
o Beri kompres hangat pada punggung.
Rasional : menghilangkan tegangan otot dan menurunkan refleks spasme.
o Kolaborasi pemberian obat narkotik, reflek spasme dan edema jaringan.
Rasional : untuk membantu gerakan batu.
b. Perubahan eliminasi urine.
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureter.
o Obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan:
o Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.
Criteria evaluasi:
o Tidak mengalami tanda-tanda obstruksi.
Intervensi keperawatan:
o Observasi intake dan output cairan serta karakteristik urine.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
o Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, debris, dan membantu lewatnya batu.
o Periksa urine dan catat adanya keluaran batu.
Rasional : penemuan batu menunjukkan identifikasi tipe batu dan pilihan terapi.
o Pertahankan patensi kateter tak menetap.
Rasional : membantu aliran urine / mencegah retensi dan komplikasi.
o Kolaborasi pemberian obat Asetozolamide, Amonium Klorida, Asam ashorbat.
Rasional : meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu asam, menurunkan pembentukan batu fosfat dan mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan:
o Suhu kembali dalam keadaan normal.
Criteria evaluasi:
o Suhu tubuh 36oC – 37oC.
o Mukosa tidak kering.
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
o Jauhkan dari baju tebal / selimut tebal.
Rasional : dapat meningkatkan suhu tubuh.
o Anjurkan minum sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : memenuhi cairan tubuh.
o Ciptakan lingkungan yang nyaman.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan:
o Ansietas berkurang.
Criteria evaluasi:
o Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan, ekspresi wajah rileks.
Intervensi keperawatan:
o Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya.
Rasional : kemampuan pemecahan masalah pasien ditingkatkan bila lingkungan nyaman dan mendukung untuk diberikan.
o Beri informasi tentang sifat penyakit, tujuan tindakan dan pemeriksaan diagnostic.
Rasional : pengetahuai membantu mengurangi ansietas.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit sehubungan dengan mual dan muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Tujuan:
o Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Criteria evaluasi:
o TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal.
o Membrane mukosa lembab.
o Turgor kulit membaik.
Intervensi keperawatan:
o Obsevasi intake dan output cairan dan eletrolit.
Rasional : membandingkan keluaran actual dan diantisipasi membantu evaluasi adanya kerusakan ginjal.
o Catat adanya muntah dan diare.
Rasional : muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
o Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter/hari.
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan yang dapat membantu batu keluar.
o Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
o Kolaborasi pemberian cairan parenteral dan obat antiemetik.
Rasional : mempertahankan volume cairan dan menurunkan mual dan muntah.
o Kaji TTV, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : indicator hidrasi / volume cairan.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
Tujuan:
o Infeksi tidak berlanjut.
Criteria evaluasi:
o Tanda-tanda infeksi berkurang.
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : mengetahui perkembangan pasien.
o Catat karakteristik urine.
Rasional : urine keruh dan bau menunjukkan adanya infeksi.
o Gunakan teknik aseptic bila merawat.
Rasional : membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.
o Tingkatkan cuci tangan pada pasien dan staf yagn terlibat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
C. LITERATUR
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Kumar, Robbins. 1995. Patologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Askep Depkes. 1996. Urogenital. Depkes. Jakarta: ——–
Ditulis dalam Uncategorized | 1 Komentar »
oleh : ERFANDI
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
Mahasiswa akan dapat :
· Definisi keluarga
· Tipe-tipe keluarga
· Struktur dan fungsi keluarga
· Tumbuh kembang keluarga
· Tugas perkembangan keluarga
· Keperawatan kesehatan keluarga
· Tugas kesehatan keluarga
· Peran perawat keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Dalam keperawatan, keluarga merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya. Nilai yang dianut keluarga dan latar belakang etnik/kultur yang berasal dari nenek moyang akan mempengaruhi interpretasi keluarga terhadap suatu penyakit. Masalah kesehatan dan adanya krisis perkembangan dalam suatu keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain karena keluarga merupakan satu kesatuan (unit).
1. Definisi Keluarga
Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :
a. Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.
b. Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.
c. Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.
d. Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
e. Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
f. Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
g. Lancester dan Stanhope (1992)
Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
h. Jonasik and Green (1992)
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
i. Bentler et. Al (1989)
Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
j. National Center for Statistic (1990)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.
k. Spradley dan Allender (1996)
Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
l. BKKBN (1992)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
Istilah-istilah dalam keluarga:
· Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
· Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
· Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
· Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.
· Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
· NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:
· Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
· Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
· Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
· Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat
· Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
· Terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi
· Biasanya anggota keluarga tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain
· Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri
· Mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota)
Ciri-ciri keluarga menurut Stanhope dan Lancaster (1995):
· Diikat dalam suatu tali perkawinan
· Ada hubungan darah
· Ada ikata batin
· Ada tanggung jawab masing-masing anggota
· Ada pengambilan keputusan
· Kerjasama diantara anggota keluarga
· Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
· Tinggal dalam satu rumah
2. Tipe/Bentuk Keluarga
Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat harus memahami tipe keluarga yang ada..
A. Tradisional
· The Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
· The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
· Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.
· The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
· The extended family
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
· The single parent family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
· Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
· Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
· Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
· Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
· The single adult living alone/single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
B. Non-Tradisional
· The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
· The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri
· Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
· The nonmarital heterosexsual cohabiting family
Keluarga yan ghidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
· Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners”
· Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu
· Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
· Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
· Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
· Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
· Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
3. Struktur dan Fungsi Keluarga
A. Struktur Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.
Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty and authenticity)
d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)
Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas:
a.Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti : sender, chanel-media, massage, environtment dan reciever.
Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1). Karakteristik pengirim yang berfungsi
· Yakin ketika menyampaikan pendapat
· Jelas dan berkualitas
· Meminta feedback
· Menerima feedback
2). Pengirim yang tidak berfungsi
· Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan dasar/data yang obyektif)
· Ekspresi yang tidak jelas (contoh: marah yang tidak diikuti ekspresi wajahnya)
· Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/tidak normal, misal: ”kamu ini bandel…”, ”kamu harus…”
· Tidak mampu mengemukakan kebutuhan
· Komunikasi yang tidak sesuai
3). Karakteristik penerima yang berfungsi
· Mendengar
· Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengalaman)
· Memvalidasi
4). Penerima yang tidak berfungsi
· Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar
· Diskualifikasi, contoh : ”iya dech…..tapi….”
· Offensive (menyerang bersifat negatif)
· Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi)
· Kurang memvalidasi
5). Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi
· Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira
· Komunikasi terbuka dan jujur
· Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga
· Konflik keluarga dan penyelesaiannya
6). Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi
· Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu)
· Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
· Kurang empati
· Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri
· Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
· Komunikasi tertutup
· Bersifat negatif
· Mengembangkan gosip
b. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.
Harapan masyarakat |
Model peran Penerima peran
Kepribadian Kemampuan Temperamen Sikap Kebutuhan |
Perilaku peran |
Perilaku peran
Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, sebaagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peranan ibu : mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-naknya, pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
Peranan anak : melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual
c. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif.
Tipe struktur kekuatan:
· Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol, seperti orang tua terhadap anak)
· Referent power (seseorang yang ditiru)
· Resource or expert power (pendapat ahli)
· Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima)
· Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)
· Informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi)
· Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual)
Hasil dari kekuatan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti::
· Konsensus
· Tawar menawar atau akomodasi
· Kompromi atau de facto
· Paksaan
d. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
B. Fungsi Keluarga
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal
Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang
Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.
Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
· Fungsi afektif dan koping
Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
· Fungsi sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
· Fungsi reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.
· Fungsi ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat
· Fungsi fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.
Fungsi keluarga menurut Allender (1998):
· Affection
1). Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan
2). Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
3). Menambah anggota baru
· Security and acceptance
1). Mempertahankan kebutuhan fisik
2). Menerima individu sebagai anggota
· Identity and satisfaction
1). Mempertahankan motivasi
2). Mengembangkan peran dan self image
3). Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
· Affiliation and companionship
1). Mengembangkan pola komunikasi
2). Mempertahankan hubungan yang harmonis
· Socialization
1). Mengenal kultur (nilai dan perilaku)
2). Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal
3). Melepas anggota
· Controls
1). Mempertahankan kontrol sosial
2). Adanya pembagian kerja
3). Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada
Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992):
· Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
· Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
· Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga
· Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman
· Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
· Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
· Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang
· Fungsi pembinaan lingkungan
Fungsi keluarga dengan usila:
Fungsi keluarga harus dimodifikasi untuk mengetahui kebutuhan yang spesifik pada usila dan memfokuskan pada:
· Memperhatikan kebutuhan fisik secara penuh
· Memberikan kenyamanan dan support
· Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan masyarakat
· Menanamkan perasaan pengertian hidup
· Manajemen krisis
4. Sistem Keluarga
Keluarga dipandang sebagai system sosial terbuka yang ada dan berinteraksi dengan sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misal: plitik, agama, sekolah dan pemberian pelayanan kesehatan). System keluarga terdiri dari bagian yang saling berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam pola interaksi (subsistem). Seperti pada seluruh sistem, sistem keluarga mempunyai dua tujuan baik impisit maupun eksplisit, yang berbeda berdasarkan tahapan dalam siklus hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual anggota keluarga.
Karakteristik dari sistem keluarga (sistem terbuka):
a. Komponen: dalam suatu keluarga masing-masing anggota mempunyai sifat interdependensi, interaktif dan mutual.
b. Batasan : dalam suatu keluarga pasti adanya batasan (filter) yang digunakan untuk menyeleksi informasi yang masuk dan keluar. Batasan masing-masing keluarga akan berbeda tergantung dari beberapa faktor seperti : sosial, budaya, ekonomi,dll.
c. Keberadaan : keluarga merupakan bagian dari sistem yang lebih luas yaitu masyarakat
d. Terbuka (batas yang permeable) dimana di dalam keluarga terjadi pertukaran antar sistem
e. Mempunyai : masing-masing keluarga mempunyai organisasi/struktur yang akan berpengaruh di dalam fungsi yang ada dari anggotanya.
M |
K |
I |
keterangan :
I : individu
K: keluarga
M: masyarakat
5. Tumbuh Kembang Keluarga
Keluarga sebagaimana individu berubah dan berkembang setiap saat. Masing-masing tahap perkembangan mempunyai tantangan, kebutuhan, sumber daya tersendiri, dan meliputi tugas yang harus dipenuhi sebelum keluarga mencapai tahap yang selanjutnya.
Menurut Duval tahap perkembangan keluarga adalah sebagai berikut:
· Tahap pembentukan keluarga
Dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dengan membentuk rumah tangga
· Tahap menjelang kelahiran anak
Tugas utama untuk mendapat kan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan
· Tahap menghadapi bayi
Keluarga mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini kehidupan bayi sangat tergantung pada kedua orangtuanya.
· Tahap menghadapi anak prasekolah
Pada tahap ini anak mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sangat rawan dengan masalah kesehatan. Anak sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya.
· Tahap menghadapi anak sekolah
Tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak, dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
· Tahap menghadapi anak remaja
Tahap ini paling rawan, karena pada tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orangtua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
· Tahap melepas anak ke masyarakat
Melepas anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga
· Tahap berdua kembali
Setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
· Tahap masa tua
Tahap ini masuk ke tahap lansia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia fana ini.
Mc Goldrick dan Carter (1985) mengembangkan model tahap kehidupan keluarga yang didasari oleh ekspansi, kontraksi, dan penyusunan kembali (realigment) dari hubungan keluarga yang memberikan support terhadap masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Model ini diberikan dengan menggunakan aspek emosional, transisi, perubahan dan tugas yang diperlukan untuk perkembangan keluarga.
Tahap lingkaran kehidupan keluarga
Tahap lingkaran kehidupan keluarga | Proses emosional transisi | Perubahan status keluarga yang dibutuhkan untuk perkembangan |
Keluarga dengan anak dewasa yang belum menikah | Menerima pemisahan dengan orang tua | · Mengembangkan hubungan saudara yang intim · Pemisahan dengan keluarga · Mampu bekerja sendiri
|
Keluarga yang baru menikah | Komitmen dengan sistem baru | · Membentuk sistem keluarga · Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family dan teman-teman |
Keluarga dengan anak muda/anak yang masih kecil | Menerima generasi baru dari anggota yang ada dalam sistem | · Mengambil peran orangtua · Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family terhadap peran orangtua dan kakek nenek · Menyediakan tempat untuk anaknya |
Keluarga dengan anak remaja | Meningkatkan fleksibilitas keluarga dari ketergantunga anak | · Perubahan hubungan orang tua-anak dari masuk remaja ke arah dewasa · Memfokuskan kembali pada masa mencari teman dekat dan karir · Memulai perubahan perhatian untuk generasi yang lebih tua |
Keluar dan pindahnya anak-anak | Menerima sistem yang keluar dan masukj dalam jumlah yang banyak ke dalam kelurga | · Membicarakan kembali sistem perkawinan sebagai keluarga dyad · Mengembangkan hubungan orang dewasa ke orang dewasa diantara anak-anak yang sudah besar dengan orang tua · Menyesuaikan hubungan termasuk kepada menantu dan cucu · Menerima ketidakmampuan dan kematian dari orang tua (kakek/nenek) |
Keluarga lansia | Menerima perubahan dari peran generasi | · Mempertahankan diri sendiri dan atau pasangan dalam fungsi dan minat dalam menghadapi penurunan fisiologis, eksplorasi terhdap keluarga baru dan pilihan peran sosial · Mendukung lebih banyak peran sentral untuk generasi pertengahan · Membuat ruang sistem untuk hal-hal yang bijaksana dan pengalaman pada saat dewasa akhir, mendukung generasi yang lebih tua tanpa memberikan fungsi yang berlebihan kepada mereka · Menerima kehilangan pasangan, sibling, dan teman sebaya dan mempersiapkan untuk kematian diri sendiri, menerima dengan pandangan dan keutuhan |
Tahap perkembangan keluarga menurut Spradley:
a. Pasangan baru (keluarga baru)
· Membina hubungan dan kepuasan bersama
· Menetapkan tujuan bersama
· Mengembangkan keakraban
· Membina hubungan dengan kelaurga lain, teman, kelompok sosial
· Diskusi tentang anak yang diharapkan
b. Child bearing (menanti kelahiran)
· Persiapan untuk bayi
· Role masing-masing dan tanggung jawab
· Persiapan biaya
· Adaptasi dengan pola hubungan seksual
· Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua
c. Keluarga dengan anak pra-remaja
· Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan keluarga
· Merencanakan kelahiran anak kemudian
· Pembagian tanggung jawab dengan anggota keluarga
d. Keluarga dengan anak sekolah
· Menyediakan aktivitas untuk anak
· Biaya yang diperlukan semakin meningkat
· Kerjasama dengan penyelenggara kerja
· Memperhatikan kepuasan anggota kelaurga dan pasangan
· Sistem komunikasi keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
· Menyediakan fasilitas dengan kebutuhan yang berbeda
· Menyertakan remaja untuk tanggung jawab dalam keluarga
· Mencegah adanya gap komunikasi
· Mempertahankan filosuf hidup dalam keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
· Penataan kembali fasilitas dan sumber-sumber
· Penataan kembali tanggung jawab antar anak
· Kembali suasana suami istri
· Mempertahankan komunikasi terbuka
· Meluasnya keluarga dengan pelepasan anak dan mendapatkan menantu
g. Keluarga dengan usia pertengahan
· Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
· Tanggung jawab semua tugas rumah tangga
· Keakraban pasangan
· Mempertahankan kontak dengan anak
· Partisipasi aktivitas sosial
h. Keluarga dengan usia lanjut
· Persiapan dan menghadapi masa pensiun
· Kesadaran untuk saling merawat
· Persiapan suasana kesepian dan perpisahan
· Pertahankan kontak dengan anak cucu
· Menemukan arti hidup
· Mempertahankan kontak dengan masyarakat
6. Keperawatan Kesehatan Keluarga
Health care activities, health beliefs, and health values merupakan bagian yang dipelajari dari sebuah keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan, perilaku individu menunjukkan sebagaimana anggota keluarga yang harus dipelajari. Friedman (1992) mengidentifikasi dengan jelas kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family-centered nursing care), yaitu:
· Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya (interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka anggota keluarga yang lain juga merupakan bagian yang sakit.
· Adanya hubungan yang kuat diantara keluarga dengan status kesehatan anggotanya, maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan keperawatan
· Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikant dengan aktivitas di dalam promosi kesehatannya
· Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi problem yang sama di dalam anggota yang lainnya
Pada spesialisasi sekarang ini, pelayanan kesehatan, terutama pelayanan pengobatan, pengawasan kesehatan keluarga dan koordinasi macam-macam pelayanan kesehatan oleh tim kesehatan makin menjadi kewajiban perawat. Sehubungan dengan adanya spesialisasi dan superspesialisasi dalam pengobatan, maka orientasi pelayanan kesehatan serta cara-cara penyampaian berubah dari orientasi rumah sakit ke masyarakat, dari orientasi penyakit ke kesehatan dan dari orientasi pengobatan ke pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarannya. Dalam perawatan kesehatan masyarakat, yang menerima pelayanan perawatan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat individu, tingkat family atau keluarga dan tingkat community atau masyarakat.
Tingkat individu
Perawat memberi pelayanan perawatan kepada individu dengan kasus-kasus tertentu, pasien dengan TBC, pasien dengan DM, ibu hamil dan sebagainya yang mereka jumpai di poliklinik. Perawat melihat kasus ini sebagai individu dengan memperhatikan atau tanpa memberi perhatian kepada keluarga atau masyarakat dimana pasien ini adalah anggotanya. Individu yang menjadi sasaran perawatan dan yang menjadi pusat perhatian adalah masalah kesehatan individu itu serta pemecahan masalahnya. Keluarga pasien tidak mutlak diikutsertakan dalam pemecahan masalah.
Tingkat keluarga
Dalam tingkatan ini yang menjadi sasaran pelayanan adalah keluarga. Yang dimaksud keluarga di sini adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dalam tingkatan ini, anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan akan dirawat sebagai anggota keluarga. Yang menjadi pusat dari perawatan adalah keluarga. Maka perawat akan menghadapi pasien yaitu keluarga dengan ibu hamil, keluarga dengan ayah berpenyakit TBC, keluarga dengan anak retardasi mental, dll.
Tingkat masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan dari keluarga-keluarga. Kata masyarakat mengandung arti geografis dan sosio-budaya. Yang menjadi obyek dan subyek perawatan adalah kelompok masyarakat pada daerah tertentu dengan permasalahan kesehatan, misalnya masyarakat dengan kejadian demam berdarah atau cholera
7. Beban kasus keluarga
Beban kasus keluarga (family case load) adalah jumlah macam kasus dalam keluarga yang dipelihara/dibina oleh seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya keluarga yang ditangani oleh perawat adalah keluarga-keluarga yang mempunyai masalah dan kebanyakan keluarga ini adalah keluarga dengan penghasilan yang rendah. Hal ini akan dimengerti karena kebutuhan akan pelayanan dan bimbingan perawatan lebih tinggi pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah,.
Penghasilan rendah |
Produktivitas berkurang |
Tubuh menjadi rentan terhadap penyakit |
Kecenderungan terjadi: · Sanitasi jelek · Gizi kurang · Pendidikan rendah · Kebiasaan kesehatan |
Daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang atau menurun |
Dalam pemberian perawatan keluarga pengambilan keputusan tetap pada keluarga. Perawat hanya membantu keluarga dalam mendapatkan keterangan dan pandangan yang realistik terhadap masalah keunggulan dan kelemahan tiap tindakan yang mereka hadapi. Sehingga semua penentuan kebijakan dan keputusan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab keluarga, dimana perawat hanya memfasilitasinya.
8. Tugas kesehatan keluarga
Seperti individu, keluargapun mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi masalah kesehatan. Kegagalan dalam mengatasinya akan mengakibatkan penyakit atau sakit terus menerus dan keberhasilan keluarga untuk berfungsi sebagai satu kesatuan akan berkurang. Dalam perawatan kesehatan keluarga, kata-kata ”mengatasi dengan baik”, diartikan sebagai kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatannya sendiri. Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman adalah:
· Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga. Ini ada hubungannya dengan kesanggupan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan pada setiap anggota keluarga.
· Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
· Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda
· Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
· Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan. Ini menunjukkan pemanfaatan dengan baik akan fasilitas-fasilitas kesehatan
9. Peran perawat keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
· Pendidik
· Koordinator
· Pelaksana
· Pengawas kesehatan
· Konsultan
· Kolaborasi
· Fasilitator
· Penemu kasus
· Modifikasi lingkungan.
Daftar pustaka
Bailon, S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP College on Nursing Diliman
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Shirley, M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and Research. Philadelphia : F. A Davis Company
Ditulis dalam KELUARGA | 2 Komentar - komentar »
OLEH : ERFANDI
A. Pengertian
Sek merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual
B. Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas
Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & Sundeen (1995), empat tahap proses kesadaran diri meliputi :
1. Tahap Ketidaksesuaian Kognitif.dapat diatasi dengan :
- Menghindari tangguang jawab profesional dan tetap berpegang pada keyakinan pribadi
- Memeriksa fakta bahwa seksualitas merupakan bagian integral dari keadaan manusia
2. Tahap Ansietas
- Perawat mengalami ansietas, rasa takut dan syok
- Perawat menyadari bahwa semua orang mengalami ketidakpastian, merasa tidak aman, bertanya-tanya dan bermasalah yang berkaitan dengan seksualitas
3. Tahap Marah
- Kemarahan umumnya ditujukan pada diri sendiri, klien dan masyarakat
- Perawat mulai mengakui bahwa masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bersifat emosional
4. Tahap Tindakan
- Pada tahap terakhir ini, perasaan marah mulai berkurang
- Perawat mulai menyadari bahwa menyalahkan diri sendiri atau masyarakat karena ketidaktahuannya, tidak akan membantu klien dengan masalah seksualnya
Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai perawat berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, 1989 yaitu :
- Berpengetahuan tentang seksualitas dan norma masyarakat
- Menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami perbedaan antara perilaku dan sikap orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari pengaruh sosial budaya
- Menggunakan pemahaman ini untuk membantu adaptasi klien dan keadaan sehat yang optimal
- Menyadari dan merasa nyaman dengan seksualitas diri sendiri
C. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas
1. Pertimbangan Perkembangan
- Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu
- Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
2. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
- Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual
- Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit
- Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
3. Peran dan Hubungan
- Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya
- Cinta dan rasa percaya merupakan kunci uatama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya
- Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual
4. Konsep Diri
- Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas
5. Budaya, Nilai dan Keyakinan
- Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu
- Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual
- Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual
6. Agama
- Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang
- Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar
- Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu
7. Etik
- Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas
- Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain
D. Penyimpangan Perilaku Seksual
- Transeksualisme : Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis
- Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa : Tekanan yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu
- Pedofilia : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah
- Eksibisionisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal
- Sadisme Seksual : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik
- Masokisme Seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja dilakukan untuk menderita
- Voyeurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang menanggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka
- Fetisisme : terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantsi atau rangsangan lain dengan menggunakan objek mati
- Fetisisme Transvestik : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selam 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain
- Frotterurisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa persetujuam pihak lain
- Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif : Defisit yang menetap/berulang atau tidak terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual
- Gangguan Keengganan Seksual : Keengganan yang berlebihan dan menetap dan menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual
- Gangguan Rangsangan Seksual : Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakuak
- Hambatan Orgasme : Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu
F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual :
a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
b. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru
d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai penngetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas
e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual
g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien
h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas
2. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik (seksual), depresi
Batasan Karakteristik :
- Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual
- Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital
- Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas seksual
- Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual
- Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi
- Ejakulasi prematur
- Nyeri genital selama koitus
- Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis
Tujuan Jangka Pendek
- Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu
- Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu
- Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu
Tujuan Jangka Panjang
- Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu)
Intervensi :
1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubunngan seksual
2. Kaji persepsi pasien terhadap masalah
3. Bantu pasien menetapkan dimensi waktru yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu
4. Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien
5. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping
6. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual
7. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya
2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat
Batasan Karakteristik :
Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual
Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda
Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda
Tujuan Jangka Pendek :
1. pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah
2. pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki
Tujuan Jangka Panjang ;
1. Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri
2. Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya
Intervensi :
1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual
2. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya
3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda
4. Terima dan jangan menghakimi
5. Bantu terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda
6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual
G. Hasil Pasien Yang Diharapkan/Kriteria Pulang
1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi seksual
2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa merasa tidak nyaman
3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks yang profesional
4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya dan pasangannya
5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis
Ditulis dalam SEKSUALITAS | Tinggalkan sebuah komentar »
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan ini di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan aman.
Sebelum disuntik, kesehatan ibu harus diperiksa dulu untuk memastikan kecocokannya. Suntikan diberikan saat ibu dalam keadaan tidak hamil. Umumnya pemakai suntikan KB mempunyai persyaratan sama dengan pemakai pil, begitu pula bagi orang yang tidak boleh memakai suntikan KB, termasuk penggunaan cara KB hormonal selama maksimal 5 tahun.
JENIS KB SUNTIK
Jenis-jenis alat KB suntik yang sering digunakan di Indonesia antara lain:
a. Suntikan / bulan ; contoh : cyclofem
b. Suntikan / 3 bulan ; contoh : Depoprovera, Depogeston.
CARA KERJA
a. Menghalangi ovulasi (masa subur)
b. Mengubah lendir serviks (vagina) menjadi kental
c. Menghambat sperma & menimbulkan perubahan pada rahim
d. Mencegah terjadinya pertemuan sel telur & sperma
e. Mengubah kecepatan transportasi sel telur.
Suntikan KB adalah suatu cairan berisi zat untuk mencegah kehamilan selama jangka waktu tertentu (antara 1 – 3 bulan). Cairan tersebut merupakan hormon sistesis progesteron. Pada saat ini terdapat dua macam suntikan KB, yaitu golongan progestin seperti Depo-provera, Depo-geston, Depo Progestin, dan Noristat, dan golongan kedua yaitu campuran progestin dan estrogen propionat, misalnya Cyclo Provera. Hormon ini akan membuat lendir rahim menjadi kental, sehingga sel sperma tidak dapat masuk ke rahim. Zat ini juga mencegah keluarnya sel telur (ovulasi) dan membuat uterus (dinding rahim) tidak siap menerima hasil pembuahan
Hanafi Hartanto (1996) menjelaskan mekanisme kerja kontrasepsi suntik dalam dua bagian, yaitu primer dan sekunder. Mekanisme primer adalah mencegah ovulasi. Pada mekanisme ini, kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH. Respons kelenjar hipofise terhadap gonadotropin-releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus dari pada di hipofise. Ini berbeda dengan pil oral kombinasi (POK), yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar hipofise. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan hipo-estrogenik.
Pada pemakaian KB Suntik Depoprovera, endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau hanya terdapat sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan berakhir.
Pada mekanisme sekunder, lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga merupakan barier terhadap spermatozoa. Mekanisme sekunder ini juga membuat endometium kurang layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi. Mekanisme ini mungkin juga mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopii.
Pemberian hormon progestin akan menyebabkan pengentalan mukus serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma. Hormon tersebut juga mencegah pelepasan sel telur yang dikeluarkan tubuh wanita. Tanpa pelepasan sel telur, seorang wanita tidak akan mungkin hamil. Selain itu pada penggunaan Depo Provera, endometrium menjadi tipis dan atrofi dengan berkurangnya aktifitas kelenjar. Sedangkan hormon progestin dengan sedikit hormon estrogen akan merangsang timbulnya haid setiap bulan.
KEUNTUNGAN
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi sementara yang paling baik, dengan angka kegagalan kurang dari 0,1% pertahun (Saifuddin, 1996). Suntikan KB tidak mengganggu kelancaran air susu ibu (ASI), kecuali Cyclofem. Suntikan KB mungkin dapat melindungi ibu dari anemia (kurang darah), memberi perlindungan terhadap radang panggul dan untuk pengobatan kanker bagian dalam rahim.
Kontrasepsi suntik memiliki resiko kesehatan yang sangat kecil, tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri. Pemeriksaan dalam tidak diperlukan pada pemakaian awal, dan dapat dilaksanakan oleh tenaga paramedis baik perawat maupun bidan. Kontrasepsi suntik yang tidak mengandung estrogen tidak mempengaruhi secara serius pada penyakit jantung dan reaksi penggumpalan darah. Oleh karena tindakan dilakukan oleh tenaga medis/paramedis, peserta tidak perlu menyimpan obat suntik, tidak perlu mengingat setiap hari, kecuali hanya untuk kembali melakukan suntikan berikutnya. Kontrasepsi ini tidak menimbulkan ketergantungan, hanya saja peserta harus rutin kontrol setiap 1, 2 atau 3 bulan. Reaksi suntikan berlangsung sangat cepat (kurang dri 24 jam), dan dapat digunakan oleh wanita tua di atas 35 tahun, kecuali Cyclofem.
KERUGIAN DAN EFEK SAMPING
a. Gangguan haid. Siklus haid memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid sama sekali.
b. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
c. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
d. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
e. Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
f. Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan densitas tulang
g. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas, dan jerawat.
Efek yang terakhir dan efek peningkatan berat badan terjadi karena pengaruh hormonal, yaitu progesterone. Progesterone dalam alat kontrasepsi tersebut berfungsi untuk mengentalkan lendir serviks dan mengurangi kemampuan rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi. Namun hormon ini juga mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak, sehingga sering kali efek sampingnya adalah penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah dan menurunnya gairah seksual.
Salah satu sifat lemak adalah sulit bereaksi atau berikatan dengan air, sehingga organ yang mengandung banyak lemak cenderung mempunyai mempunyai kandungan air yang sedikit / kering. Kondisi ini juga terjadi pada vagina sebagai akibat sampingan dari hormon progesteron. Vagina menjadi kering, sehingga merasa sakit (dispareuni) saat melakukan hubungan seksual, dan jika kondisi ini berlangsung lama akan menimbulkan penurunan gairah atau disfungsi seksual pada wanita.
INDIKASI
Indikasi pemakaian kontrasepsi suntik antara lain jika klien menghendaki pemakaian kontrasepsi jangka panjang, atau klien telah mempunyai cukup anak sesuai harapan, tapi saat ini belum siap. Kontrasepsi ini juga cocok untuk klien yang menghendaki tidak ingin menggunakan kontrasepsi setiap hari atau saat melakukan sanggama, atau klien dengan kontra indikasi pemakaian estrogen, dan klien yang sedang menyusui. Klien yang mendekati masa menopause, atau sedang menunggu proses sterilisasi juga cocok menggunakan kontrasepsi suntik.
INDIKASI
Beberapa keadaan kelainan atau penyakit, merupakan kontra indikasi pemakaian suntikan KB. Ibu dikatakan tidak cocok menggunakan KB suntik jika ibu sedang hamil, ibu yang menderita sakit kuning (liver), kelainan jantung, varises (urat kaki keluar), mengidap tekanan darah tinggi, kanker payudara atau organ reproduksi, atau menderita kencing manis. Selain itu, ibu yang merupakan perokok berat, sedang dalam persiapan operasi, pengeluaran darah yang tidak jelas dari vagina, sakit kepala sebelah (migrain) merupakan kelainan-kelainan yang menjadi pantangan penggunaan KB suntik ini
CARA PEMBERIAN
a. Waktu Pemberian
- Setelah melahirkan : hari ke 3 – 5 pasca salin dan setelah ASI berproduksi
- Setelah keguguran : segera setelah dilakukan kuretase atau 30 hari setelah keguguran (asal ibu belum hamil lagi)
- Dalam masa haid : Hari pertama sampai hari ke-5 masa haid
b. Lokasi Penyuntikan
- Daerah bokong/pantat
- Daerah otot lengan atas .
Ditulis dalam MATERNITY | 7 Komentar - komentar »
OLEH : ERFANDI
Definisi
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit (Amiruddin dkk, 2007).
Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
Etiologi Anemia Pada Kehamilan
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi (Amiruddin dkk, 2004).
Gejala Klinis
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin <>
Derajat Anemia
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl (Arisman, 2004).
Klasifikasi anemia yang lain adalah :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < lang="EN">
Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Kehamilan
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain) (Amiruddin dkk, 2004).
Pengobatan Anemia
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya Medicastore, 2007)
Pencegahan Anemia
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi
Diedit dari berbagai sumber
REFERENSI :
http://library.usu.ac.id/download/fk/fk-arlinda%20sari2.pdf
http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/anemia-dalam-kehamilan.html
Ditulis dalam MATERNITY | Tinggalkan sebuah komentar »
OLEH : SALSABILA SHAFIRA ADIN
Definisi
Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2001). Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif) yang digunakan pada setiap ibu bersalin tanpa memandang apakah persalinan itu normal atau komplikasi (Saifuddin, 2002).
Aturan Pencatatan dalam Partograf
Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
a. Denyut jantung janin, dicatat setiap 1 jam
b. Air ketuban, warna air ketuban dicatat setiap melaksanakan pemeriksaan vagina
c. Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase)
d. Pembukaan mulut rahim/ serviks dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x)
e. Penurunan kepala
f. Waktu, yang menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima
g. Jam, dicatat jam tindkaan
h. Kontraksi, dicatat setiap ½ jam
i. Oksitosin, dicatat banyaknya oksitosin pervolume cairan infus dan dalam tetesan per menit, jika menggunakan oksitosin
j. Obat yang digunakan, dicatat semua obat lain yang diberikan
k. Nadi, dicatat setiap 30 – 60 menit dan diberi tanda titik besar ().
l. Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam dan ditandai dengan anak panah
m. Suhu badan dicatat setiap 2 jam
n. Protein, aseton dan volume urin dicatat setiap kali ibu berkemih
Pencatatan Kemajuan Persalinan
Temuan yang menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan kala I meliputi :
a. Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekwensi dan durasi
b. Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm per jam selama persalinan, fase aktif (dilatasi serviks berlangsung atau ada disebelah kiri garis waspada)
c. Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Temuan yang menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan kala I meliputi :
a. Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
b. Atau kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm per jam selama persalinan fase aktif (dilatasi serviks berada disebelah kanan garis waspada)
c. Atau serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Pencatatan Kemajuan Kondisi Janin
Jika didapati denyut jantung janin tidak normal (kurang dari 100 atau lebih dari 180 denyut per menit) dicurigai adanya gawat janin. Posisi atau presentasi selain oksiput anterior dengan verteks fleksi sempurna digolongkan ke dalam malposisi dan malpresentasi. Jika didapatkan kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama maka perlu ditangani penyebab tersebut (Saifuddin, 2002).
Pencatatan Pada Lembar Belakang Partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kala IV dan bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebabagi catatan persalinan. Nilai dan catatn asuhan yang diberikan kepada ibu selama masa nifas (terutama pada kala IV persalinan) untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting, terutama untuk membuat keputusan klinik (misalnya pencegahan perdarahan pada kala IV persalinan). Selain itu catatan persalinan (lengkap dan benar) dapat digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana pelaksanaan asuhan persalinan yang aman dan bersih telah dilakukan.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
a. Data atau informasi umum
b. Kala I
c. Kala II
d. Kala III
e. Bayi baru lahir
f. Kala IV
SUMBER :
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC.
Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.