Info Center Bidan Ruqiya Hazirotul Qudsiya Alamat: Jalan Lintas Timur Sumatera Puskesmas Mesuji Induk Pematang Panggang Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan Indonesia Situs website https://www.puskesmas-mesuji.blogspot.com

Sabtu, 08 Mei 2010

Gen Pemicu Diabetes Ditemukan
KILAS - Vol.6 No.11, Juni 2007

Ilmuwan baru saja menemukan kluster gen baru yang menimbulkan risiko diabetes tipe 2. Menurut mereka, penemuan kali ini sangat penting, dan sudah dicari-cari sejak lama. Melalui salah satu studi terbesar dalam wilayah penelitian gen manusia, ilmuwan menguji 32.000 DNA manusia di lima negara. Tujuan utama memang menemukan “persembunyian” gen yang menyebabkan penyakit diabetes yang juga dikenal sebagai complicated killer ini.
Studi bertajuk “genome-wide association” ini amat menjanjikan dalam era gen saat ini. Sejauh ini sudah banyak terobosan yang dihasilkan dari penemuan mutasi gen tunggal yang menyebabkan berbagai penyakit. Tetapi, khusus untuk penyakit seperti diabetes dan penyakit jantung, penyebabnya melibatkan interaksi berbagai gen dan gaya hidup modern. Sehingga menemukan gen jahat penyebab diabetes hampir dikatakan mustahil.
Dr. Francis Collins, adalah salah seorang yang terlibat dalam penelitian ini. Dia adalah pimpinan divisi genetik di National Institutes of Health. Menurutnya, pencarian gen penyebab diabetes sudah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir. Akhirnya, upaya keras sudah menunjukkan titik terang. Apa?
Peneliti menemukan 4 jenis gen yang sebelumnya tidak pernah diketahui yang menyebabkan seseorang memiliki peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 2. Seperti dilansir jurnal Science, masih ada enam gen lain yang diperkirakan ikut terlibat.
DNA baru yang diteliti dalam penemuan ini bernama SNPs (dibaca snips), yang biasa ditemukan pada diabetes. Untuk meyakinkan kalau SNPs benar-benar terlibat. Dari 32.500 gen manusia yang diteliti, berasal dari orang Inggris, Finlandia, Polandia, Swedia, dan Amerika Serikat, ternyata jenis gen yang paling berisiko tinggi mampu meningkatkan kesempatan mendapat diabetes tipe 2 sebanyak 20%.
Di antara gen yang ditemukan itu adalah: satu gen yang membantu memompa zinc menjadi produk insulin pada sel-sel pankreas. Gen ini melahirkan pertanyaan tentang peran logam pada sekresi insulin. Kemudian sepasang gen yang sebelumnya dikaitkan dengan penyebab kanker, tetapi kini ternyata masuk juga ke wilayah diabetes. Masih ada lagi gen-gen di wilayah kromosom 11 yang disortir namun belum dideskripsikan.
Berkumur, Cara Mudah Mendeteksi Kanker
Untuk mendeteksi kanker pada leher dan kepala sejak dini tidak terlalu sulit. Caranya? Berkumur dengan larutan garam dan memuntahkannya kembali ke cangkir. Metode sederhana ini dikenalkan peneliti dari Miami, Florida.
Cairan hasil berkumur mengandung protein CD44 yang selama dikenal sebagai biomarker kanker di leher dan kepala. Protein ini juga bisa dijadikan indikator untuk mendeteksi kerusakan DNA akibat pertumbuhan tumor.
Hasil penelitian Dr. Elizabeth J. Franzmann dari University of Miami’s Sylvester Comprehensive Cancer Center dan timnya ini dilaporkan dalam pertemuan American Association for Cancer Research, di Los Angeles.
Deteksi sederhana ini menjadi amat berarti karena kanker leher dan kepala selama ini dikenal sebagai penyakit yang mematikan, dan seringkali terdeteksi dalam stadium akhir saat perluang kesembuhan hanya 30%. Jika bisa dikenali sejak awal, maka peluang kesembuhan sedikitnya 80%, bisa tercapai.
Protein CD44 sendiri sebenarnya ada dalam sel normal, tetapi pada sel kanker kehadiran protein ini berlebihan (over expressed) dan terlihat dalam format alternatif yang juga menandakan adanya formasi tumor. Yang lebih penting, protein dan perubahan bentuknya bisa ditemukan dalam cairan tubuh.
Tim Dr. Franzmann pada awalnya menemukan, jika pasien berkumur selama 5 detik dengan larutan garam kemudian memuntahkannya ke cangkir, maka sudah bisa diukur kadar CD44-nya. Dan didapatkan kadar CD44 relatif tinggi pada pasien penderita kanker.
Studi Frenzmann melibatkan 102 pasien kanker leher dan kepala dan 69 penderita penyakit leher dan kepala yang tidak membahayakan. Mereka semua adalah perokok dan peminum alkohol. Memang kebanyakan penderita gangguan di kepala dan leher adalah perokok dan alkoholik, hanya 20% penderita yang tidak memiliki riwayat merokok dan minum alkohol.
Dalam studi ini, tes dengan kumur berhasil mendeteksi 2 orang dengan gejala prakanker. Secara keseluruhan, ditemukan CD44 pada ludah pasien penderita kanker leher dan kepala sebanyak 62%. Tapi 9 dari 11 penderita kanker memiliki kadar CD44 rendah. Kemungkinan faktor genetik mempengaruhi hasil ini.
Obat Baru HIV Direkomendasikan untuk Disetujui
Pfizer mengembangkan obat anti HIV baru, maraviroc. Obat dengan nama dagang Celsentri ini merupakan golongan reseptor CCR5 antagonis yang pertama. FDA sudah didesak oleh 12 orang penasihat yang tidak disebutkan namanya, untuk segera menyetujui obat ini.
Maraviroc bekerja dengan menghambat pintu masuk sekunder bagi virus yang akan memasuki sel darah putih. Menurut penasihat FDA yang merekomendasikan obat ini, pihak Pfizer kini tengah melakukan penelitian untuk mengetahui interaksi Celsentri dengan obat lain dan efek obat ini pada wanita dan kaum minoritas.
Studi terhadap Celsentri menunjukkan, penambahan obat ini pada pengobatan HIV tradisional lebih efektif menurunkan muatan virus. Saat ini FDA lebih concern pada penelitian kelas obat ini secara keseluruhan, termasuk kemungkinan risiko infeksi yang lebih besar, limfoma, atau kerusakan hati penderita HIV. Obat ini juga berkaitan dengan perubahan irama jantung pada percobaan laboratorium di binatang. Namun dari hasil review FDA ada catatan, pada pasien yang mendapat Celsentri tidak memiliki peningkatan risiko limfoma atau infeksi, tetapi ada peningkatan masalah liver skala sedang. Sedangkan pihak Pfizer mengklaim, obat mereka tidak memiliki efek signifikan pada jantung, hati, kanker maupun infeksi, dibandingkan terapi yang melibatkan obat HIV lain.
Kekhawatiran terbesar adalah obat ini bisa mempercepat perubahan bentuk salah satu varian obat HIV atau obat lainnya. Tapi masalah ini hanya sering ditemui pada pasien AIDS yang parah. Pasien-pasien yang menggunakan Celsentri kemungkinan harus dimonitor untuk menentukan apakah obat ini mempengaruhi obat lain.
Latar belakang pengembangan Celsentri adalah penelitian sejak lebih sepuluh tahun lalu yang menunjukkan bahwa pasien yang kekurangan reseptor CCR5, yang merupakan salah satu pintu masuk virus, terbukti memiliki resistensi tinggi terhadap infeksi HIV , atau jika terinfeksi maka perkembangan penyakit menjadi AIDS akan sangat lama.
Bisakah Aspirin Cegah Kanker?
Sebuah studi mengatakan, aspirin bisa mencegah kanker. Tapi banyak yang meragukan. Kini muncul pernyataan kalau aspirin memang bisa menangkal kanker jika dikonsumsi melebihi dosis yang biasa dipakai untuk mengatasi penyakit jantung.
Selama beberapa dekade, ilmuwan mencoba memburu harapan bahwa aspirin bisa menjadi cara mudah mencegah kanker. Argumentasi mereka, aspirin bisa melawan inflamasi dan nyeri dengan menghambat enzim cyclooxygenase atau COX. Enzim COX ini juga terlibat dalam pembentukan berbagai jenis kanker seperti kanker kolorektal, prostat, dan kanker payudara.
Aspirin juga berfungsi mencegah penggumpalan darah hingga obat lawas ini memegang peran penting dalam pencegahan penyakit jantung. Aspirin dosis bayi, 81 mg, direkomendasikan untuk penderita penyakit kardiovaskular atau mereka yang berisiko.
Aspirin dan obat antiiflamasi sejenis, dalam percobaan pada binatang, mampu mengurangi risiko berbagai penyakit kanker. Tapi bukti pada manusia belum jelas. Dalam studi observasi, pasien yang mengaku secara rutin mengonsumsi aspirin memang memiliki risiko kanker kolorektal lebih rendah dan juga kanker prostat dan kanker payudara. Dan, mereka yang menggunakan aspirin juga secara umum lebih sehat pada populasi umum.
Studi yang lebih teliti secara acak memberikan aspirin pada orang yang memiliki risiko tinggi kanker kolon. Ditemukan bahwa lesi prakanker atau pertumbuhan polip menjadi lebih rendah. Hal ini langsung menerbitkan harapan aspirin benar-benar memiliki efek anti kanker. Tapi berita yang mengecewakan datang tahun 2005 saat studi utama menunjukkan, pada perempuan yang mendapat aspirin dosis bayi. Tidak ditemukan dampak apapun pada risiko berbagai jenis kanker.
Dr. Michael Thun dari Perkumpulan ahli kanker Amerika tidak heran dengan penemuan ini. Menurut Thun, dosis aspirin yang dipakai terlalu kecil sehingga efek anti kanker tidak muncul. Ia lalu melakukan studi terhadap 140.000 orang yang menggunakan aspirian dosis orang dewasa, 325 mg atau lebih. Mengonsumsi aspirin dosis ini sedikitnya selama lima tahun ternyata mampu menurunkan risiko kanker kolorektal hingga 30%, 20% penurunan risiko kanker prostat, dan 15% kanker secara keseluruhan. Tapi penemuan ini belum cukup. Penentuan dosis masih harus diteliti lagi. Apalagi aspirin diketahui bisa menyebabkan tukak dan pendarahan lambung. Maka jika masalah ini belum tuntas, aspirin belum bisa direkomendasikan untuk mencegah kanker.
Obat Angina Gagal Cegah Serangan Jantung
Sebuah penelitian besar menghempaskan harapan sebuah obat untuk mengatasi insiden kematian akibat gagal jantung dan kasus kardiovaskular lain, pada penderita angina persisten. Obat dimaksud adalah ranolazine. Tapi menurut Dr. David A. Morrow, dari Harvard Medical School dalam Journal of the American Medical Association, ranolazine masih tetap menjadi obat anti angina yang efektif.
Ranolazine sendiri bukan obat pertama untuk mengatasi angina. Menurut Dr L. Kristin Newby dari Duke University, beta bloker masih menjadi lini pertama. Meskipun memang dalam praktik sehari-hari semakin sering ditemukan pasien yang mendapatkan efek samping dari penggunaan beta bloker.
Penemuan ini menjadi penting karena sekitar 5-6 juta penduduk Amerika menderita angina. Penemuan ini juga diikuti oleh hasil penelitian besar lain yang menunjukkan bahwa angioplasti — pemasangan balon atau stent di arteri yang tersumbat — juga tidak mampu mengurangi insiden kematian akibat kejadian mayor jantung pada penderita angina, dibandingkan menggunakan terapi obat.
Hasil utama penelitian adalah melihat seberapa penting terapi obat-obatan, dalam hal ini beta bloker dan ACE inhibitor untuk mengatasi angina. Ranolazine sudah digunakan sebagai anti-angina selama 30 tahun dan merupakan yang pertama di kelasnya. Studi ranolazine melibatkan sekitar 6.500 partisipan di 17 negara. Meskipun obat ini tidak menurunkan insiden kardiovaskular mayor, namun mampu mengurangi pasien angina hingga 23%. Jadi intinya, tidak ada penambahan manfaat ranolazine kecuali sebagai terapi standar angina.
HIV Serang Jantung
HIV memang luar biasa ganas. Hampir semua bagian tubuh bisa dilumpuhkan, akibat imunitas dalam tubuh yang dimangsa virus ini. Jantung yang sebelumnya jarang disebut-sebut dalam infeksi HIV ternyata ikut terkena dampaknya, Penelitian terbaru menyatakan, penderita infeksi HIV memiliki dua kali lipat risiko serangan jantung.
Seperti dilansir HealthDayNews akhir April lalu, risiko ini tetap tinggi meskipun peneliti sudah memperhitungkan usia, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan faktor risiko penyakit kardiovaskular lain. Diduga, virus HIV atau terapi untuk membunuh virus ini, akan bisa merugikan jantung. Penemuan ini dilaporkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism.
Tapi menurut peneliti, Dr Steven Grinspoon, dari Harvard Medical School, mereka tidak bermaksud menakut-nakuti penderita HIV untuk berhenti minum obat, karena memang mereka membutuhkannya. Tapi, dokter yang menangani pasien HIV harus waspada dengan peningkatan risiko ini.
Sebenarnya kaitan antara HIV dan penyakit jantung tidak baru, pernah dilaporkan juga dalam European study, the Data Collection on Adverse Events of Anti-HIV Drugs (DAD) tahun 2005 lalu. Tetapi studi baru ini melibatkan data statistik yang lebih kuat. Data diambil dari 1,7 juta pasien HIV yang mendapat terapi di Massachusetts General Hospital (MGH) dan Brigham and Women’s Hospital, keduanya berada di Boston. Studi berlangsung sejak 1993. Peneliti kemudian membandingkan data hasil penelitian selama 8 tahun pada 4.000 pasien HIV berusia 18-34 tahun, dengan lebih dari 1 juta pasien yang tidak terinfeksi HIV.
Hasilnya, pasien dengan HIV positif memiliki sekitar dua kali lipat risiko serangan jantung dibandingkan kelompok kontrol. Risiko tinggi terutama ditemukan pada perempuan yang tingkat risikonya bisa mencapai tiga kali lipat. ANgka ini diambil setelah dipertimbangkan faktor-faktor risiko utama seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan diabetes. Tetapi pada pria, risiko ini meningkat 40% jika faktor-faktor risko tersebut dikompenasasi.
Merck Sodorkan Pengganti Vioxx
Merck rupanya tak jera. Setelah obat pereda nyeri Vioxx ditarik dari peredaran, perusahaan farmasi asal Jerman ini siap mengajukan penggantinya. Arcoxia, adalah nama suksesor Vioxx. Sayangnya, dalam panel “tidak resmi” FDA, obat ini langsung ditolak. Hasil voting bahkan sangat ekstrim, 20:1, untuk kemenangan pihak yang menolak. Para ahli di FDA yang menolak memberikan alasan, Arcoxia secara substansial meningkatkan risiko stroke dan serangan jantung. Keefektivan obat ini juga tidak lebih baik dibandingkan obat sejenis di kelas yang sama.
“Kita tidak bisa mengulang kembali apa yang sudah terjadi pada Vioxx,” ujar Dr. David Graham dalam voting. Sekadar mengingatkan, si dokter Graham ini dulu adalah pengkritisi utama Vioxx (rofecoxib). Arcoxia (etoricoxib) diajukan Merck ke FDA untuk mengatasi gejala-gejala osteoartritis. Dan badan POM-nya Amerika ini boleh saja tidak mengikuti saran para ahli. Tetapi memang biasanya apa kata ahli akan diikuti FDA. Pihak Merck tentu harap-harap cemas saat ini. Pasalnya, keputusan final akan segera diumumkan.
Para ahli memiliki pendapat sendiri, mengapa mereka tidak memberi lampu hijau pada Arcoxia. Saat ini ada sekitar 20 jenis obat anti inflamasi non-steroid (NSAIDs) dalam kelas yang sama. Jadi menurut mereka, apakah pasien osteoartritis benar-benar membutuhkan obat baru. Data sendiri berbicara, saat ini tidak ada kebutuhan mendesak untuk obat jenis ini. Pihak Merck tak mau kalah. Menurut mereka, etoricoxib bisa menjadi pilihan tepat penderita osteoartritis karena memiliki data keamanan jangka panjang yang lebih banyak dibandingkan NSAID lain. Risiko kardiovaskular Arcoxia, kata Merck, bisa dibandingkan dengan NSAIDs lain, yaitu diklofenak. Ternyata hasil studi menunjukkan Arcoxia menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih sering dibandingkan pendahulunya itu. Menurut ahli lebih fair membandingkan Arcoxia dengan naproxen karena diklofenak meningkatkan risiko penyakit jantung. Tapi Merck membantah hal ini.
Perdebatan terus berlangsung. Tetapi menurut memorandum yang dikeluarkan FDA, NSAID layak disetujui hanya bila ada kelompok pasien yang benar-benar membutuhkan obat jenis ini dan mereka tidak punya pilihan lain karena alasan keamanan. FDA sebenarnya tidak meragukan keampuhan Arcoxia untuk mengatasi osteoartritis. Tapi di Amerika, saat ini satu-satunya obat golongan cox-2 inhibitor yang disetujui adalah celebrex milik Pfizer. Bextra, obat sejenis milik Pfizer pun ditarik tahun 2005 lalu.
Mekanisme di Balik Resistensi Obat Kanker Paru
Para ilmuwan menemukan bagaimana tumor paru menjadi resisten pada pengobatan dengan Iressa dan Tarceva. Penemuan ini bisa mengarah pada kombinasi terapi untuk hasil akhir yang lebih baik.
Pada beberapa pasien, Iressa dan Tarceva menunjukkan respon. “Tetapi mayoritas pasien menjadi resisten. Kanker tetap menunjukkan pertumbuhan dengan hadirnya obat-obat ini” ujar Dr. Pasi A. Janne, dari Harvard Medical School. Penemuan ini ditampilkan dalam Science, 26 April lalu.
Iressa (gefitinib) dan Tarceva (erlotinib) dikembangkan untuk terapi kanker paru bukan sel kecil stadium lanjut. Dua obat ini bekerja dengan menghambat epidermal growth factor receptor (EGFR), suatu molekul yang ada di permukaan sel-sel kanker. Tumor yang menunjukan respon dengan dua obat ini memang secara cepat dan dramatik akan langsung menciut. Tetapi suatu saat tumor menjadi resisten dan mulai tumbuh lagi.
Pada lebih dari separuh kasus memperlihatkan, mutasi gen EGFR menyebabkan kemampuan obat dalam mengikat reseptor menjadi menurun. Jika ini terjadi maka obat berhenti bekerja. Namun pada kasus-kasus lain, penyebab resistensi hingga kini belum diketahui. Jane dan timnya kemudian melakukan eksperimen dengan sel-sel kanker yang sudah resisten dengan Iressa.
Mereka menemukan mutasi pada gen kedua bisa juga menyebabkan obat berhenti bekerja. Tim ini menemukan mutasi tunggal gen lain yang menyebabkan resistensi, yaitu MET onkogen. Analisa sampel menunjukkan tumor menjadi resisten setelah pada awalnya menunjukkan respon dengan Iressa. Dan mutasi MET terjadi pada 4 dari 18 sampel. Setelah sel-sel yang resisten ini diterapi dengan MET inhibitor, maka keefektifan Iressa pun bisa dikembalikan dengan sempurna.
Menurut Janne, penemuan ini merupakan mekanisme baru dalam pengobatan resistensi obat kanker paru, dan tentu saja peluang penemuan obat baru dengan target yang spesifik. Kini tim Harvard tengah mencari cara mengkombinasikan terapi dengan penghambat EFGR dan juga MET inhibitor.
Migren Picu Keruakan Otak
Penderita migren diperkirakan bisa mengalami kerusakan otak, seperti pembengkakan sel-sel di otak hingga sel kekurangan oksigen. Penemuan ini menjadi jawaban juga mengapa penderita “sakit kepala sebelah” memiliki risiko tinggi terkena stroke. Kerusakan otak yang sama juga bisa terjadi karena gegar otak dan setelah stroke. Isu ini dimuat dalam jurnal Nature Neuroscience, April lalu.
Dengan penemuan ini, penderita migren seharusnya tidak mendapat terapi sekadar menghilangkan nyeri, tetapi harus menggunakan obat-obatan yang bisa mencegah migren. Peneliti, melalui uji coba pada mencit, juga mendapatkan bahwa pemberian oksigen kemungkinan bisa mengurangi kerusakan. Penelitian dilakukan oleh Takahiro Takano dkk dari University of Rochester, New York.
Gelombang perubahan di otak yang berkaitan dengan migren merupakan serangkaian proses yang disebut cortical spreading depression (CSD). Dalam proses ini pembengkakan sel otak terjadi dan sel-sel otak kekurangan oksigen. Sel-sel saraf juga ikut rusak, terutama dendrit yang merupakan pengubung selsel saraf.

Taken from : /rubrik/one_news_print.asp?IDNews=488 | 1233 hits