Kedua jenis anemia tersebut dapat dibedakan berdasarkan rata - rata volume sel darah merahnya.
Merujuk pada defisiensi tersebut, anemia adalah masalah kesehatan yang cukup besar untuk bayi di Indonesia. Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Ijkhuizen pada tahun 2001, enam dari sepuluh bayi di Indonesia itu tidak jauh berbeda dengan kondisi dunia. Sebuah survei yang dilakukan oleh bank dunia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 70% bayi mengalami anemia.
Disebut gagal tumbuh, bila tinggi badan anak kurang dari dua standar deviasi dari tinggi badan yang dianggap normal pada suatu popoulasi. Gagal tumbuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah malanutrisi makronutrien. Namun, mikronutrien juga berperan penting dalam proses pertumbuhan bayi. Salah satu mikronutrien yang dianggap penting adalah zat besi.
Gagal tumbuh memiliki implikasi yang buruk bagi proses tumbuh dan
kembang bayi, terutama pada bayi dibawah tiga tahun. Selain menimbulkan
gangguan proses pertumbuhan berupa kurangnya tinggi badan bayi
dibandingkan dengan populasi normal, proses perkembangan otak juga dapat
terganggu. Hal tersebut akan semakin fatal bila defisiensi terjadi pada
bayi umur enam sampai dua belas bulan karena proses mielinisasi otak
sangat aktif pada masa itu.
Penelitian yang dilakukan oleh Ferly pada tahun 2009 menemukan bahwa
prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 54,5% bayi umur
enam sampai delapan bulan di Indonesia mengalami anemia. Selain itu,
ditemukan pula adanya hubungan antara anemia dengan gagal tumbuh dan
penurunan berat pada bayi umur enam sampai delapan bulan di Jakarta,
Indonesia. Namun, korelasi penurunan gagal tumbuh lebih besar
dibandingkan penurunan berat badan. Padahal, gagal tumbuh merupakan
indikator pertumbuhan.yang kronik.
Studi epidemiologis yang dilakukan oleh Ferly tersebut sesuai dengan
penelitian dasar yang dilakukan oleh Vihervouri pada tahun 1996. Dalam
publikasinya, Vihervouri mengungkapkan bahwa terdapat dua hormon yang
sangat berperan dalam proses pertumbuhan, yaitu growth hormone dan
insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Kedua hormon tersebut berperan
dalam menghambat proses apoptosis dari sel-sel hematopoietik yang
merupakan prekursor dari sel-sel darah, salah satunya adalah sel darah
merah. Itulah yang menjelaskan mengapa orang yang pertumbuhannya normal
memiliki kadar hemoglobin yang cenderung normal pula.
Umumnya bayi dengan anemia memiliki gejala-gejala yang nonspesifik,
seperti rasa lemah, merasa cepat lelah, bahkan dapat menyebabkan
kebiruan pada badan bayi. Pada bayi dengan ciri-ciri tersebut, salah
satu penyebab yang mungkin adalah perdarahan internal. Apabila tidak
dapat ditemukan sebab perdarahan, maka dapat dicurigai kelainan nutrisi
sebagai penyebabnya.
Jika bayi mengalami kelainan nutrisi, tata laksana utamanya adalah
melakukan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bayi yang disarankan
adalah pemberian suplementasi nutrisi. Menurut studi yang dilakukan oleh
Smuts pada tahun 2005, pemberian mikronutrisi berupa zink dan zat besi
sangat berguna dalam memperbaiki status gizi bayi. Pemberian nutrisi
tersebut hendaknya diberikan setiap hari sebanyak 10 mg.